09 Desember 2008


Kawan-kawan dan mitra Oase, serta pengunjung blog ini

Kepada anda semua Yayasan Oase Intim menyampaikan
Selamat merayakan Hari Natal, Kalahiran Yesus Kristus; selamat menyambut Tahun Baru 2009. Tuhan memberkati

Pendeta Berpolitik?

(Dari presentasi seminar Pendeta dan Politik, Luwuk, 29 November 2008)

Peran politik Kristen dapat dijalankan dalam berbagai bentuk oleh berbagai fihak. Salah satunya adalah keterlibatan langsung orang Kristen dalam dunia politik praktis. Apakah kualifikasi / persyaratan yang cocok untuk panggilan Kristen dalam dunia politik? Sedikitnya tiga hal: kokoh integritas kepribadian Kristennya, dan mempunyai visi dan komitmen yang jelas mengenai partisipasi politik Kristen, serta memahami cara kerja dalam dunia politik secara profesional. Kalau yang pertama lemah dia akan menjadi koruptor karena besarnya godaan mammon dalam dunia politik, dan kalau yang kedua lemah dia akan menjadi oportunis, orang yang menganut aji mumpung. Dan kalau tidak profesional maka dia akan mengecewakan konstituen yang memilihnya, karena tidak dapat mewujudkan janji-janji kampanyenya.

Baik pada masa PARKINDO maupun di era Reformasi pendeta-pendeta terlibat langsung dalam dunia politik praktis. Apakah pendeta cocok menjalankan peran partisipasi politik Kristen? Ya dan tidak. Ya, karena pendeta adalah pemimpin umat yang (seharusnya) mempunyai wawasan yang luas terhadap berbagai aspek dan perkembangan dalam masyarakat, termasuk politik, dan selalu merelasikannya dengan panggilan gereja. Tidak, karena pendeta yang terlibat dalam politik praktis memilih salah satu partai/golongan politik, dan dengan itu tidak bisa lagi membina warga jemaatnya dalam aktivitas politik yang berbeda-beda.

Masalah pendeta dalam dunia politik praktis bukan terutama masalah doktrin jabatan menyangkut salah atau benar; melainkan masalah etika, boleh atau tidak boleh. Pendeta yang berpolitik akan cenderung mengarahkan warga jemaat pada kepentingan partainya, dan dengan demikian tidak netral. Bahkan dapat memakai mimbar gereja untuk kampanye politik, bukan pemberitaan Injil.

Yang juga penting adalah motivasi pendeta terjun dalam politik praktis. Ada pendeta yang memang bekerja dalam dunia politik dengan integritas, visi dan komitmen. Tetapi banyak pula yang sesungguhnya ikut Yunus “melarikan diri” ke Tarsis ...

Jadi, apakah pendeta boleh atau tidak boleh masuk dalam politik praktis? Apakah pendeta boleh menjadi caleg salah satu partai? Seharusnya tidak boleh. Tetapi dalam praktek ditentukan oleh pengaturan gerejanya. Ada gereja yang mengatur lunak: boleh merangkap jadi hamba Tuhan sambil berpolitik. Ada yang mengatur supaya selama menjadi politikus status kependetaannya “digantung”, dan dapat dipakai lagi kalau sudah berhenti dari aktivitas politik praktis. Ada pula gereja yang mencabutnya sama sekali: silahkan berpolitik tapi tanggalkan kependetaan; kalau nanti anda mau kembali, silahkan mendaftar ulang sebagai calon pendeta untuk diproses lagi sesuai aturan ...

Bagaimana pun, pada prinsipnya pilihan adalah menjadi pendeta atau menjadi politikus: melayani “ideologi Kerajaan Allah” atau tunduk pada ideologi partai politiknya. Artinya, seorang pendeta yang mau berkiprah di dunia politik praktis memang meninggalkan jemaat dan menanggalkan status sebagai pendeta. Dengan menjadi caleg dia mulai berpindah ke pelayanan lain yang bukan dunia pelayanan pendeta, melainkan kancah percaturan politik. (Zakaria Ngelow)