21 Desember 2009

Allah menjadi manusia: Pencipta jadi Ciptaan?

Yohanes 1: 1-14

Zakaria Ngelow

Saudara-saudara.

Berita Alkitab tentang kelahiran Tuhan Yesus dikemukakan dengan cara dan penekanan yang berbeda-beda.

Injil Matius menekankan kelahiran Yesus sebagai penggenapan nubuatan para nabi, dan bagaimana Allah melindungi bayi Yesus dari niat jahat penguasa pada masa itu. Berbeda dengan Injil Matius yang menampilkan kunjungan Orang Majus, para pemuka agama dan Raja Herodes, Injil Lukas menampilkan kelahiran Yesus bagi kaum gembala. Mereka adalah rakyat kecil, buruh peternakan yang malam hari tidur beratap langit berselimutkan embun di padang Efrata. Namun Lukas juga menekankan kemuliaan malam Natal Yesus dengan menampilkan paduan suara malaekat sorgawi:

Luk 2: 13 Dan tiba-tiba tampaklah bersama-sama dengan malaikat itu sejumlah besar bala tentara sorga yang memuji Allah, katanya: 14 "Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya."


Rasul Paulus dalam Filipi 2 : 5-7 menekankan kelahiran Tuhan Yesus sebagai pengosongan diri yang perlu kita teladani:

5 Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, 6 yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, 7 melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.


Seperti Rasul Paulus, penulis Injil Yohanes tidak mengisahkan fakta kelahiran Yesus sebagaiaman Matius dan Lukas, melainkan langsung masuk pada inti maknanya:

1 Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. 14 Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.


Alkitab dimulai dengan pengakuan iman mengenai penciptaan: Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi (Kej 1:1). Injil Yohanes mulai dengan pengakuan yang lebih mendasar: Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Baru setelah itu dia kemukakan mengenai peran Firman dalam penciptaan: Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. (ay. 3).

Ayat-ayat pembukaan Injil Yohanes ini perlu difahami dalam kaitan dengan pemikiran yang lazim masa itu, yaitu filsafat Hellenisme, sauatu filsafat yang berkembang dari perpaduan filsafat Yunani dengan berbagai pemikiran dan keagamaan dunia masa itu. Dalam filsafat Hellenisme dikenal apa yang disebut logos, yang difahami secara berbeda-beda oleh para filsuf, namun selalu dikaitkan dengan yang Ilahi. Dalam agama Yahudi kata logos dipakai menerjemahkan kata firman atau hikmat Allah, dan dalam agama Kristen dihubungkan dengan Yesus Kristus sebagai Sang Firman.

Dalam pengungkapannya, Yohanes mula-mula menempatkan Sang Firman di tempat yang maha tinggi:
Firman itu bersama-sama dengan Allah,
Firman itu adalah Allah,
Firman itu menciptakan segala sesuatu.
Dalam Firman itu ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia (ay 4).

Tetapi kemudian terjadi inkarnasi (menjadi daging):

Firman itu telah menjadi manusia.
Kai ho logos sarx egeneto.
et Verbum caro factum est.


Firman yang adalah Allah, yang ada sejak kekal, yang mencipta segala yang ada mengalami perubahan status yang sangat drastis:

dari Sang Sabda menjadi daging
dari Allah menjadi manusia
dari Sang Pencipta menjadi yang dicipta

Itulah yang disebut Rasul Paulus mengosongkan diri atau menjadi hampa: status keilahian ditinggalkan; merendahkan diri menjadi sama dengan manusia; bahkan bersedia menderita dan mati di kayu salib; tetapi karena itu Allah memberinya kemuliaan tertinggi. (Fil 2: 5-11).

Saudara-saudara.

Setelah menyatakan perubahan status itu ayat 14 memberi kesaksian mengenai kemuliaan Yesus:

Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.


Bagaimana Sang Firman yang mulia meninggalkan kemuliaan-Nya ke dalam kehinaan manusia, tetapi terlihat kemuliaan-Nya? Kemuliaan Yesus adalah “ kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.” Kemuliaan bukan kebesaran kuasa, harta dan derajat sosial. Seluruh hidup Yesus Kristus terbentang dari palungan Betlehem sampai ke salib Golgota. Kemuliaan yang diberikan kepada-Nya nyata dalam “kasih karunia dan kebenaran”. Kemuliaan Yesus nampak dalam hidup, pengajaran dan pelayanan serta pengorbanan-Nya, yang secara keseluruhan adalah kasih karunia dan kebenaran Allah sendiri. Dalam Diri dan hidup Yesus Kristus kemuliaan kekuasaan digantikan dengan kemuliaan pelayanan. Yesus menjadi jalan, kebenaran dan hidup (14.6) karena hanya dalam Firman yang menjadi manusia Allah Sang Pencipta

masuk ke dalam ciptaan
menjadi bagian dari ciptaan
dan menebus ciptaan.


Kenyataan inkarnasi ini menjadi titik tolak ajaran Kristen untuk tiga prinsip kehidupan beriman: pertama, cinta kasih Allah demikian besar bahwa Ia korbankan Anak Tunggal-Nya.

Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal (3:16).


Sebagaimana diajarkan berulang-ulang dalam Hukum Kasih, dasar kehidupan Kristen adalah kasih Allah, dan karena itu manusia wajib mengasihi Allah dan sesama manusia. Inilah dampak sosial inkarnasi, suatu kehidupan bersama dalam persaudaraan, perdamaian dan keadilan.

Kedua, Allah berinkarnasi dan dengan itu mengkonkritkan apa yang dilakukan-Nya pada penciptaan manusia, yakni menciptakan manusia dalam gambar dan teladan Allah sendiri. Implikasinya adalah harkat dan martabat manusia yang harus dihormati karena Allah. Itulah dasar dari prinsip penghormatan dan penegakan hak-hak asasi manusia. Termasuk di dalam martabat manusia adalah penghormatan dan pengendalian terhadap kelengkapan nafsu seksual pada tubuh manusia, yang dilembagakan dalam kekudusan perkawinan. Kebebasan seksual tak terkendali menimbulkan berbagai penyakit seperti HIV/AIDS di samping berbagai masalah sosial.

Ketiga, dalam inkarnasi Allah Sang Pencipta menjadi ciptaan, dan dengan itu menegaskan ciptaan bukan hanya milik-Nya melainkan yang sungguh dikasihi-Nya sebagai diri-Nya sendiri, sehingga wajib dijaga, dipelihara, dilestarikan. Inilah salah satu prinsip Kristen mengenai lingkungan hidup, yang dewasa ini makin penting diperhatikan. Ciptaan makin rusak karena ulah kerakusan dan kebodohan manusia. Hutan ditebang menjadi padang gundul yang menyebabkan banjir dan tanah runtuh, dan mata air mengering, air sungai surut, dan iklim berubah tak menentu. Air tercemar oleh sampah kimia yang menyebabkan berbagai penyakit ganas seperti kanker. Ada informasi bahwa dulu PKG sebenarnya mencemari air sawah sekitarnya dan berdampak pada hasil panen: beras mengandung zat kiimia berbahaya. Udara juga tercemar oleh asap pabrik dan kendaraan bermotor, sementara pohon-pohon dan taman kota tidak terawat. Bumi makin panas. Seratusan kepala negera dari seluruh dunia, termasuk presiden Indonesia, SBY, sedang berunding dalam KTT mengenai Global Warming di Copenhagen, mencari solusi bagaimana bangsa-bangsa sedunia bersama-sama mengatasi pemanasan global. Pada tingkat jemaat lakukanlah hal yang sederhana: buang sampah di tempatnya, tanam sebanyak mungkin tanaman, termasuk pohon buah-buahan dan bunga. Itu semua termasuk yang disebut Gubernur kita: Sulsel go green.