06 September 2010

Kekudusan hari Minggu, gedung Gereja, Alkitab

Kawan-kawan teolog, pelayan dan warga jemaat. Salam sejahtera.
Dalam pelayanan pembekalan Oase terhadap anggota Majelis Gereja (Penatua, Diaken/Syamas) muncul pertanyaan mengenai kekudusan hari Minggu (dalam hubungan dengan Hukum Hari Sabat). Saya menjawab bahwa hari Minggu bukan pengganti hari Sabat. Dalam agama Kristen tidak ada konsep hari Sabat (sambil menghormati keyakinan saudara-saudara penganut Adventisme) sebagaimana dalam agama Yahudi. Memang ada dalam Alkitab, tetapi bukankah banyak hal yang dahulu menjadi tradisi umat dalam Alkitab telah ditinggalkan? Dalam Kristus semua hari sama; hari Minggu tidak lebih kudus dari hari-hari lainnya. Hari Senin sama kudusnya dengan hari Minggu, demikian juga hari Selasa, dan hari-hari lainnya, karena setiap hari adalah hari yang dikaruniakan Tuhan untuk hidup kudus di hadapan-Nya dan menerima berkat-berkatNya. Demikian juga gedung gereja, sama kudusnya dengan tempat-tempat lain manapun, seperti di kantor, di jalan dan di rumah. Di setiap tempat Tuhan hadir dengan kekudusanNya, dan di setiap tempat orang berada di hadapan hadiratNya. Hari Minggu dipilih menjadi hari ibadah bersama persekutuan jemaat untuk meneruskan tradisi gereja mula-mula yang berkumpul beribadah pada hari pertama setiap minggu (Kis 20:7, 1Kor 16:2). Ibadah pada hari lain pun sama kudusnya. Demikian juga ibadah di tempat yang bukan gedung gereja sama kudus dengan yang di gedung gereja. Salah satu penekanan dalam percakapan Yesus dengan perempuan Samaria (Yo 4:19-24) Pertanyaan lain menyangkut Alkitab elektronik. Apakah Alkitab dalam komputer atau HP sama sakralnya dengan Alkitab yang tercetak sebagai buku? Saya menjawab bahwa buku Alkitab (demikian juga kalung salib, roti perjamuan, dan benda-benda simbol Kristen lainnya) tidak sakral dalam arti mengandung pada dirinya suatu daya magis, sehingga kalau ditaruh di tempat tidur anda tidak diganggu mimpi buruk, dsb. Alkitab sebagai suatu buku terjilid hanyalah wadah/media, sebagaimana dahulu dipakai gulungan-gulungan kulit hewan (perkamen), dan kini ada kemungkinan lain dengan memanfaatkan teknologi komputer dan HP. Bahkan bukan hanya tulisan yang bisa dibaca, kini kita juga dapat mendengar isi Alkitab dibacakan dalam program audi-bible bahasa Indonesia. Pentinglah wadah-wadah itu, namun kekudusan Alkitab bukan pada wujud fisik sebuah buku tebal, melainkan isinya sebagai Firman Allah yang menyapa hidup manusia. Orang dapat membaca Alkitab bukan sebagai Firman Allah. Ketika Roh Kudus menolong pembaca untuk menghubungkan hidupnya dengan isi Alkitab maka itulah Firman Allah. Firman Allah bukan terutama yang tertulis di pelbagai media seperti batu, kulit, kertas atau elektronik, melainkan dalam hati manusia (band. Rm 2:15; 2Kor 3:3; Ibr 10:16).

Apakah Alkitab elektronik akan menggusur Alkitab buku cetak? Saya kira tidak perlu begitu, sebagaimana perpustakaan dengan buku-buku tetap punya tempatnya sendiri, tidak harus digusur oleh e-books. Setiap orang bebas memilih yang tepat bagi dirinya. Dalam liturgi kebaktian Minggu ada akta jabat tangan presbiterial di mana buku Alkitab diserahkan kepada pelayan Firman di depan mimbar. Dapatkah penyerahan Alkitab diganti dengan penyerahan komputer atau HP yang berisi Alkitab? Tentu tidak perlu begitu. Tetapi pembacaan Alkitab bisa juga menggunakan LCD projector, sehingga dapat menolong mereka yang pergi ke kebaktian tanpa membawa Alkitab, sebagaimana kini banyak gereja menyediakan fasilitas teknologi dengan program easy worship untuk nyanyian dan pembacaan Alkitab.

Tetapi bagaimana pertimbangan anda?
Salam