25 Juli 2011

Catatan mengenai Oase

Enni Rosa - GTM

Mendengar tentang oase……..
Saat pertama kali mendengar kata oase, saya bayangkan bahwa oase adalah suatu tempat berhimpunnya para teolog “hebat” dan melakukan banyak kegiatan besar yang pastinya melibatkan orang-orang yang hebat pula. Dalam benak saya, oase adalah tempat bagi para teolog sekaliber Pak Ngelow dkk. Sedangkan orang-orang seperti saya, yang menempatkan diri pada kelompok yang punya pengetahuan teologi yang ‘biasa-biasa saja’, tidak akan mendapat tempat dalam dunia Oase. Sehingga ketika mendengar nama para pendiri oase dan teman-teman yang tergabung dalam oase, sepertinya saya merasa tidak percaya diri untuk berinteraksi dengan teman-teman dari oase.
Tantangan dari dalam diri……..
Saya tidak pernah membayangkan bahwa suatu saat saya akan terlibat dalam kegiatan yang dilakukan bersama teman-teman di oase. Sebuah tantangan dimulai ketika saya pertama kali diminta terlibat dalam kegiatan yang diselenggarakan Gereja Toraja Mamasa bersama dengan oase. Saya agak lupa apakah penyusunan kerangka khotbah atau pertemuan pendeta GTM yang menjadi awal perjumpaan dan keterlibatan secara langsung dalam kegiatan yang diselenggarakan oase dalam kerja sama dengan GTM. Ini menjadi sebuah tantangan tersendiri yang berasal dari dalam diri saya, karena masih saja terselip rasa kurang percaya diri ketika berjumpa dengan teman-teman dari oase. Kembali lagi, saya membayangkan teman-teman punya segudang pengetahuan sedangkan saya ini tidak punya sesuatu untuk dibagikan.
Berbagi kisah dalam kegiatan dengan Oase
Semua bayangan awal mengenai kegiatan oase dan teman-teman yang tergabung dalam oase pada akhirnya diruntuhkan dalam keterlibatan mengikuti beberapa kegiatan bersama oase. Dua kegiatan terakhir yang saya ikuti semakin menyadarkan saya bahwa apa yang saya bayangkan tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi.
Kegiatan pertama adalah Pemberdayaan peran ekumenis perempuan Kristen di Kabupaten Polewali Mandar yang dilaksanakan dalam bulan February tahun ini. Saya terlibat dalam kepanitiaan lokal dan sekaligus duduk bersama teman-teman oase untuk sesekali ikut dalam percakapan dengan para peserta. Walaupun dalam kegiatan ini saya belum banyak melibatkan diri dalam proses percakapan, tetapi saya sudah mulai memberi perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan bersama kawan-kawan dari oase. Yang menarik untuk saya dalam kegiatan ini adalah sesekali saya diberi kesempatan untuk berbicara dan berbagi dengan teman-teman mengenai topik yang sedang dibahas. Saya tidak pernah mengikuti kegiatan dimana didalamnya semua peserta dan panitia lokal mendapatkan kesempatan yang sama untuk berbagi dengan para peserta. Saya merasa senang karena ada rasa penghargaan yang tulus dari teman-teman oase untuk mendengarkan apa yang menjadi pergumulan, pemahaman, dan kerinduan setiap peserta dalam mengikuti kegiatan yang dilaksanakan. Hal ini tentu juga berhubungan dengan metode pelaksanaan kegiatan yang sangat menekankan pada keterlibatan secara aktif dari setiap peserta yang mengikuti kegiatan. Benar-benar sangat memberdayakan.
Kegiatan kedua adalah ToT Pelayan Ibadah Anak/Guru Sekolah Minggu yang dilaksanakan tanggal 26-29 April 2011 di Baruga Kare Makassar. Pada saat saya mendapat telepon dari Pak Marthen untuk meminta saya mengikuti kegiatan ini, saya bergumul lagi dengan pikiran dan ketakutan saya sendiri. Pasalnya, saya menjadi pelayan anak tetapi tidak lagi terlibat secara langsung dalam pelayanan anak selama kira-kira tiga tahun terakhir. Selama mengikuti ToT ini ada beberapa hal yang menarik bagi saya, antara lain: Pertama: Jumlah peserta yang tidak terlalu banyak dan sangat ideal untuk sebuah kegiatan pelatihan. Jumlah peserta kegiatan ini 12 orang ditambah dengan teman-teman dari oase. Dengan jumlah peserta yang tidak lebih dari 20 orang, memberi kesempatan kepada semua peserta untuk berbicara dan mengungkapkan pendapat selama kegiatan berlangsung. Juga salah satu berkat bagi kami yang mengikuti pelatihan ini adalah kehadiran seorang peserta dari GMIT, Ibu Ezra, yang datang ke Makassar dengan berbagai alat peraganya. Kedua: karena jumlah peserta yang sedikit, maka kami juga punya kesempatan untuk bisa lebih saling mengenal satu dengan yang lainnya selama kegiatan ini dilaksanakan. Proses saling mengenal ini bukan hanya dilakukan selama pelaksanaan kegiatan, karena sampai hari ini kami sering berkomunikasi dengan semua teman, kecuali dengan pak Andre yang daerah pelayanannya diluar jangkauan, maksudnya tidak ada jaringan untuk berkomunikasi melalui handphone. Sungguh luar biasa karena setelah mengikuti pelatihan ini, saya bukan hanya mendapat teman yang baru, tapi saya merasa mendapatkan keluarga yang baru. Saya mendapat teman-teman yang bisa diajak untuk berbagi dan saling menguatkan dalam pelayanan sekolah minggu maupun juga dalam kegiatan sehari-hari. Ketiga: metode yang digunakan dalam pelatihan sangat variatif. Kegiatan ini menggunakan cara manual, sehingga seluruh peserta dan fasilitator benar-benar mengarahkan pikiran dan konsentrasi terhadap hal-hal yang dibicarakan. Fasilitas seperti laptop atau LCD tidak digunakan dalam kegiatan. Saya sangat tertolong dalam hal ini, karena cara manual menolong saya secara pribadi untuk lebih fokus pada proses pelatihan.

Masih banyak hal menarik yang saya dapatkan dalam kegiatan bersama oase yang tidak termuat dalam kisah ini. Tetapi, paling tidak, bekerja bersama oase selalu memberi penyegaran kepada saya untuk melakukan pelayanan. Dulu, saya tidak percaya diri untuk mengikuti kegiatan seperti yang dilaksanakan oleh teman-teman di oase. Tetapi, setelah mengikuti beberapa kegiatan dengan oase saya belajar untuk mengikis rasa tidak percaya diri tersebut. Secara pribadi, saya sangat diberkati dalam kegiatan bersama dengan Oase. Kiranya hal ini juga menolong saya untuk mengembangkan diri dalam pelayanan dan apa yang sudah saya dapatkan, juga dapat menjadi berkat bagi orang lain. GBU.