Hakim-Hakim 9:8-15
Pdt. Retno Ratih
Handayani (Anggota MPH PGI)
Pembacaan dari Hak
9:8-15 berisi suatu dongeng (fabel) mengenai pohon-pohon yang akan mengangkat
raja. Latar belakang dari fable ini adalah krisis politik yang melanda Israel.
Ada dua persoalan yang sedang dihadapi bangsa Israel, (1) Tantangan dari luar,
di mana orang Kanaan berusaha balas dendam dan mau merebut kembali wilayah yang
diduduki bangsa Israel, menjadi bagian kekuasaannya kembali; (2) adanya
persaingan antara kelompok/golongan terkait dengan perebutan kekuasaan untuk
menjadi raja.
Di antara orang yang
ingin menjadi raja atas Israel tampillah Abimelekh, anak Gideon. Hanya saja
Abimelekh ini seorang yang haus kekuasaan! Segala cara dia lakukan: menghasut,
mengindtimidasi. Memang dulu itu belum ada medsos seperti sekaran, seandainya
sudah ada tentu dia juga akan menggunakan medsos untuk menyebar fitnah dan
hoax. Dia dengan darah dingin menyingkirkan orang-orang yang dianggap menjadi
saingan, termasuk 70 orang saudaranya.
Satu-satunya orang
yang lolos adalah Yotam, anak Gideon yang bungsu, yang melarikan diri ke
Gerizim. Di tempat itulah dia berpidato menyampaikan fabel, tentang pohon-pohon
mencari raja. Ada banyak pohon yang akan diusung sebagai kandidat raja:
·
Ada pohon
zaitun yang terkenal dengan minyaknya untuk keperluan peribadahan di Bait
Allah. Tetapi zaitun tidak mau menjadi raja. Dia tidak mau terlibat dalam
urusan duniawi. dia merasa tempatnya di bait Allah.
·
Ada pohon ara,
pohon buah yang menghasilkan buah yang manis dan pantas untuk makanan
raja-raja. Pohon ini juga tidak mau menjadi raja, dia tidak mau meninggalkan
manisannya.
·
Pohon anggur
yang air buahnya terkenal enak diminum. Saya yakin ibu/bapak juga menyukainya.
Sayang sekali rupanya
pohon-pohon yang baik itu tidak mau jadi raja. Mereka lebih nyaman dengan
dunianya sendiri. Maka sampailah pohon-pohon pencari raja itu pada semak berduri,
dan memintanya menjadi raja. Tetapi semak duri berkata:
Jika
kamu sungguh-sungguh mau mengurapi aku menjadi raja atas kamu, datanglah
berlindung di bawah naunganku; tetapi jika tidak, biarlah api keluar dari semak
duri dan memakan habis pohon-pohon aras yang di gunung Libanon (Hak 9:15).
Inilah ungkapan
kesediaan semak duri. Hanya persoalannya adalah bagaimana mungkin berlindung di
bawah semak duri? Tidak mungkin semak duri melindungi, yang dia lakukan justru
melukai! Kita ingat dalam Kej 3:17,18 setelah kejatuhan manusia, semak duri
akan tumbuh sebagai kutuk. Ketika Yesus disalibkan juga diberi mahkota duri.
Kita bisa bayangkan
semak duri itu sejenis perdu yang tidak mudah dikendalikan; begitu dibiarkan
cepat merambat dan berkembang, susah untuk dikendalikan. Menerjang apa pun yang
menghalangi, pantang diganggu. Prinsip hidupnya adalah: aku hidup yang lain
mati.
Berada di dekatnya
dapat tertusuk durinya. Bahkan pohon aras yang terkenal indah, tinggi dan
kokoh, tidak akan tahan terhadap semak duri. Jadi sangat membahayakan sekali
jika semak duri jadi raja.
Pertanyaannya adalah mengapa
pohon-pohon memilih semak duri.
1) Menurut saya karena kurang waspada, tidak melihat
jauh ke depan tentang akibat yang akan ditimbulkan jika semak duri jadi raja.
Di samping itu, pohon-pohon itu kurang waspada karena tidak memperhatikan
karakter dasar dari semak berduri. Karakter dasarnya adalah melukai dan
mendominasi.
2) Sebenarnya banyak kandidat yang baik, sayang
sekali mereka yang baik diam atau tidak mau terlibat. Istilah lain adalah
adanya the silent mayority. Bukankah dalam realita, kejahatan merajalela bukan
karena tidak ada orang baik, tetapi karena orang yang baik selama ini diam,
tidak peduli, asyik dengan dunianya sendiri. Sementara yang akhir-akhir ini
terjadi berbeda: yang baik justru ditebas!
Di tengah situasi bangsa ketika
friksi antar kelompok/golongan semakin tajam bahkan ujar kemarahan dan
kebencian menjadi konsumsi sehari-hari, kita PGI dipanggil untuk menjadi
inspirator dalam menggerakkan banyak kebaikan mulai dalam diri kita maupun yang
Ada di sekitar kita. Sudah saatnya the silent majority bersuara karena
kejahatan yang merajalela ini hanya mungkin dikalahkan oleh kebaikan. Dalam
tradisi Jawa ada ungkapan: “Sura diro jayaningrat, lebur dening pangastuti”.
Segala sifat keras angkara murka, hanya bisa dikalahkan oleh kebaikan.
Renungan Ibadah Pembukaan Rapat MPH
PGI, Grha Oikoumene, Jakarta, 18 Mei 2017.
Pdt Retno Ratih Handayani Suryaning, M,Th, MA melayani sebagai pendeta jemaat Gereja Kristen Jawa di Solo. Oase menyampaikan
terima kasih kepada Pdt Retno atas persetujuan memuat naskah renungannya di
laman ini. Tuhan berkati.