22 Maret 2012

Estetika Wajah Kemanusiaan Tana Poso


oleh Ayser Tandapai

Menyambut penghargaan kepada Lian Gogali (Coexist Prize 2012) di New York City, USA; dan Jacky Manuputty (2011 and 2012 Peacemaker in Action Award dari Tanenbaum Center ) juga di New York City USA).

Menjelajah panorama Tana Poso, tidaklah berlebihan untuk mengatakan bahwa di sini dapat disaksikan Estetika Sang Pencipta. Atau bila boleh meminjam istilah dari kehidupan di Padang Pasir Timur Tengah, Tana Poso adalah Oase yang tidak kering akan interpretasi keindahan dan keagungan Pencipta. Bagi orang Poso atau yang pernah ke Poso, dengan telenta naluri estetik yang berbeda, mungkin kita akan sepakat mengatakan bahwa Danau Poso membawa pesan akan pesona keindahan Sang Pencipta yang amat mengagumkan.
Syair Lagu di bawah ini adalah mewakili ekspresi estetika lukisan manusia Poso pada alamnya.
 
Poso Tana anu maramba mpodago 
Beda kukalingani mau kulawamo
Peolekamo ripuse ntana mpodago
Nja’umo ranonya anu lanto-lanto
Makilaya kojo
Ewa pota’a pembayo
Njaumo yaku risambote ndano
Poso kutanondo
 Terjemahan:
Poso, Tanah yang amat mempesona,
Yang tidak akan kulupakan sekalipun jauh.
Lihatlah keindahan lembahnya,
Tampak danaunya yang seakan terapung

Sungguh memancarkan keagungan
seperti cermain memantulkan bayangan
Di seberang danau saya tertegun
Poso saya dambakan

Lirik syair, dalam sastra Pamona disebut kayori, ini adalah gubahan Leonard Badjadji sekitar tahun 1950an yang iramanya disadur dari lagu Lapaloma Amerika Latin.

Upaya menghadirkan sebuah perspektif Estetika Wajah Kemanusiaan hanyalah rangkaian kata terbatas yang tersusun jadi kalimat dalam paragraf dari lirik lagu di atas. Artinya bahwa secara sadar refleksi ini masih jauh dari pikiran merepresentasi pembacaan teks secara utuh. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa tulisan ini berada dalam bingkai yang memuat lukisan sederhana tiga dimensi berdasarkan perpaduan warna-warni yang kiranya dapat membiaskan estetika yang dimaksud. Pada sisi yang memancarkan keindahan alam, goresan warna dimulai berdasarkan ekspresi penjiwaan pada syair :

Poso Tana anu maramba mpodago
Beda kukalingani mau kulawamo
Peolekamo riwingke ntana mpodago
Nja’umo ranonya anu lanto-lanto
Tana Poso yang amat mempesona,
saya tidak akan melupakan walaupun jauh.
Lihatlah keindahan sekeliling lembah,
tampak danaunya seakan terapung.

Dua baris syair (kayori) ini merefleksikan kekaguman batin pada pesona keindahan alam Tana Poso yang menjadi kenangan mendalam. Demikian danaunya yang berada di dataran ketinggian dilukiskan seperti terapung-apung dan dari kejauhan terlihat airnya menyentuh dedaunan pada pohon-pohon yang tumbuh dilembah sehingga melengkapi keindahan itu.

Makilaya kojo
Ewa pota’a pembayo

sungguh memancarkan keagungan,
seperti cermin yang memantulkan bayangan.

Pada bagian Syair ini secara tidak langsung mengekspresikan kesadaran religiousitas. Pilihan kata makilaya (berkilau) dalam syair ini dapat dikatakan sebagai refleksi keyakinan bahwa keagungan itu sebagai pancaran Cahaya Ilahi. Sebenarnya kata makilaya hanya dipakai terbatas dalam litani pemujaan pada Ilahi dalam kaitannya dengan alam (bahasa Pamona-Poso: molamoa). Terutama kepercayaan pada benda-benda langit yang memancarkan cahaya pada malam dan dianggap memiliki pengaruh terhadap sistem pertanian. Pesan yang ingin disampaikan bahwa keindahan tersebut adalah pancaran kemulian Sang Pencipta sebagai refleksi dari pantulan-pantulan cahaya yang muncul dari permukaan air Danau Poso. Inilah lukisan batin atas kekaguman pada pesona keindahan sebagai pancaran keagungan Sang Pencipta.

Njaumo yaku risambote ndano
Poso kutanondo

Di seberang danau saya tertegun
Poso saya rindukan/dambakan.

Syair diakhiri dengan ekspresi emosional sesorang yang merasa kesunyian, sebagaimana dikatakannya: di seberang danau saya berada. Namun perasaan tersebut menemukan jawabannya melalui kemilau benda-benda langit di malam hari sebagai keagungan Ilahi. Di sinilah ekspresi pemulihan jiwa diungkapkan pada akhir syair Poso yang saya rindukan/dambakan.

Ketiga dimensi di atas memperlihatkan aura emosional kekaguman pada pesona keindahan di mana orang Poso memahami alam tempat mereka hidup yang secara esensial dilukiskan sebagai pancaran Keagungan Sang Pencipta. Inilah lukisan jiwa manusia Tana Poso dalam ikatan batin dengan konteks kehidupan di kawasan Danau Poso.

Bila di bagian awal refleksi ini menyajikan penggalian pemaknaan hidup dari latar belakang kekuatan panorama alam melalui syair (sastra Pamona menyebutnya kayori), sebenarnya bermaksud menyajikan jarak pandang antara kehidupan yang dibayangkan dengan realitas yang terjadi di penghujung pergantian ke abad 21. Estetika alam di Tana Poso pudar oleh bencana kemanusiaan yang disebabkan oleh sentuhan kasar tangan-tangan manusia itu sendiri. Danau Poso dari hulu terus ke hilir yang mengalirkan air bening berubah warna merah bercampur hitam, berbau amis. Amat mengenaskan!

Kenyataan memilukan itu semakin melukai batin justru karena menyentuh substansi religiousitas umat. Apakah benar fungsi-fungsi agama adalah mencari pembenaran Sang Pencipta untuk saling membinasakan sesama ciptaan. Di sini substansi agama di gugat untuk menjawab pertanyaan Tuhan, apa AgamaMu? Dan pertenyaan inilah yang menjiwai kehadiran kita semua dalam berbagai kerja-kerja kemanusiaan untuk meretas prasangka atas laim-klaim kebenaran tunggal yang menyebabkan Air Danau yang mengaliri Lembah Poso menjadi keruh.

Peristiwa ini menggugan nurani untuk menggambil bagian dalam proses melukis kembali wajah kemanusiaan yang pudar tersebut. Teman kita, Lian Gogali, salah seorang yang memenuhi panggilan nurani kemanusiaannya untuk bersama-sama membuat lukisan wajah religiousitas kemanusiaan yang diharapkan akan memancarkan kembali pesona keindahan Keagungan Sang Pencipta. Panggilan kemanusiaan Lian Gogali ingin menghadirkan goresan kedamaian hidup, ibarat pelangi yang akan membiaskan warna-warni pesona keindahan sehabis mendung dan hujan yang akan melengkapi cakrawala kehidupan damai di Tana Poso.

Selamat buat Bung Jacky, serta teman-teman Memasuki Hari Nyepi, kesunyian batin kira menjadi media untuk untuk memperkuat naluri kemanusiaan kita.

Salam Persaudaraan
Asyer Tandapai.