oleh Ayser Tandapai
Menyambut
penghargaan kepada Lian Gogali (Coexist Prize 2012) di New York City, USA; dan
Jacky Manuputty (2011
and 2012 Peacemaker in Action
Award dari Tanenbaum Center ) juga di New York City USA).
Menjelajah panorama Tana Poso, tidaklah berlebihan untuk mengatakan bahwa
di sini dapat disaksikan Estetika Sang Pencipta. Atau bila boleh meminjam
istilah dari kehidupan di Padang Pasir Timur Tengah, Tana Poso adalah Oase yang
tidak kering akan interpretasi keindahan dan keagungan Pencipta. Bagi orang Poso atau yang pernah ke Poso, dengan telenta
naluri estetik yang berbeda, mungkin kita akan sepakat mengatakan bahwa Danau
Poso membawa pesan akan pesona keindahan Sang Pencipta yang amat mengagumkan.
Syair Lagu di bawah ini adalah
mewakili ekspresi estetika lukisan manusia Poso pada alamnya.
Poso Tana anu maramba mpodagoBeda kukalingani mau kulawamoPeolekamo ripuse ntana mpodagoNja’umo ranonya anu lanto-lanto
Makilaya kojoEwa pota’a pembayoNjaumo yaku risambote ndanoPoso kutanondo
Terjemahan:
Poso, Tanah yang amat mempesona,Yang tidak akan kulupakan sekalipun jauh.Lihatlah keindahan lembahnya,Tampak danaunya yang seakan terapungSungguh memancarkan keagunganseperti cermain memantulkan bayanganDi seberang danau saya tertegunPoso saya dambakan
Lirik syair, dalam sastra Pamona disebut kayori, ini adalah gubahan
Leonard Badjadji sekitar tahun 1950an yang iramanya disadur dari lagu Lapaloma
Amerika Latin.
Upaya menghadirkan sebuah perspektif Estetika Wajah Kemanusiaan
hanyalah rangkaian kata terbatas yang tersusun jadi kalimat dalam paragraf dari
lirik lagu di atas. Artinya bahwa secara sadar refleksi ini masih jauh dari
pikiran merepresentasi pembacaan teks secara utuh. Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa tulisan ini berada dalam bingkai yang memuat lukisan sederhana
tiga dimensi berdasarkan perpaduan warna-warni yang kiranya dapat membiaskan
estetika yang dimaksud. Pada sisi yang memancarkan keindahan alam, goresan
warna dimulai berdasarkan ekspresi penjiwaan pada syair :
Poso Tana anu maramba mpodagoBeda kukalingani mau kulawamoPeolekamo riwingke ntana mpodagoNja’umo ranonya anu lanto-lanto
Tana Poso yang amat mempesona,saya tidak akan melupakan walaupun jauh.Lihatlah keindahan sekeliling lembah,tampak danaunya seakan terapung.
Dua baris syair (kayori) ini merefleksikan kekaguman batin pada pesona
keindahan alam Tana Poso yang menjadi kenangan mendalam. Demikian danaunya yang
berada di dataran ketinggian dilukiskan seperti terapung-apung dan dari
kejauhan terlihat airnya menyentuh dedaunan pada pohon-pohon yang tumbuh
dilembah sehingga melengkapi keindahan itu.
Makilaya kojoEwa pota’a pembayosungguh memancarkan keagungan,seperti cermin yang memantulkan bayangan.
Pada bagian Syair ini secara tidak langsung mengekspresikan kesadaran
religiousitas. Pilihan kata makilaya (berkilau) dalam syair ini dapat dikatakan
sebagai refleksi keyakinan bahwa keagungan itu sebagai pancaran Cahaya Ilahi.
Sebenarnya kata makilaya hanya dipakai terbatas dalam litani pemujaan pada
Ilahi dalam kaitannya dengan alam (bahasa Pamona-Poso: molamoa). Terutama
kepercayaan pada benda-benda langit yang memancarkan cahaya pada malam dan
dianggap memiliki pengaruh terhadap sistem pertanian. Pesan yang ingin
disampaikan bahwa keindahan tersebut adalah pancaran kemulian Sang Pencipta
sebagai refleksi dari pantulan-pantulan cahaya yang muncul dari permukaan air
Danau Poso. Inilah lukisan batin atas kekaguman pada pesona keindahan sebagai
pancaran keagungan Sang Pencipta.
Njaumo yaku risambote ndanoPoso kutanondoDi seberang danau saya tertegunPoso saya rindukan/dambakan.
Syair diakhiri dengan ekspresi emosional sesorang yang merasa kesunyian, sebagaimana dikatakannya: di seberang danau saya berada. Namun perasaan tersebut menemukan jawabannya melalui kemilau benda-benda langit di malam hari sebagai keagungan Ilahi. Di sinilah ekspresi pemulihan jiwa diungkapkan pada akhir syair Poso yang saya rindukan/dambakan.
Ketiga dimensi di atas memperlihatkan aura emosional kekaguman pada pesona
keindahan di mana orang Poso memahami alam tempat mereka hidup yang secara
esensial dilukiskan sebagai pancaran Keagungan Sang Pencipta. Inilah lukisan
jiwa manusia Tana Poso dalam ikatan batin dengan
konteks kehidupan di kawasan Danau Poso.
Bila di bagian awal refleksi ini menyajikan penggalian pemaknaan
hidup dari latar belakang kekuatan panorama alam melalui syair (sastra Pamona
menyebutnya kayori), sebenarnya bermaksud menyajikan jarak pandang antara kehidupan yang
dibayangkan dengan realitas yang
terjadi di penghujung
pergantian ke abad 21. Estetika alam
di Tana Poso
pudar oleh bencana kemanusiaan yang disebabkan oleh sentuhan kasar tangan-tangan
manusia itu sendiri. Danau Poso dari hulu terus ke hilir
yang mengalirkan air bening berubah warna merah bercampur hitam, berbau amis.
Amat mengenaskan!
Kenyataan memilukan itu semakin melukai batin justru karena menyentuh
substansi religiousitas umat. Apakah benar fungsi-fungsi agama adalah mencari
pembenaran Sang Pencipta untuk saling membinasakan sesama ciptaan. Di sini
substansi agama di gugat untuk menjawab pertanyaan Tuhan, apa AgamaMu?
Dan pertenyaan inilah yang menjiwai kehadiran kita
semua dalam berbagai
kerja-kerja kemanusiaan untuk meretas
prasangka atas laim-klaim kebenaran tunggal yang
menyebabkan Air Danau yang mengaliri Lembah Poso menjadi keruh.
Peristiwa ini menggugan nurani untuk menggambil bagian dalam proses melukis kembali
wajah kemanusiaan yang pudar tersebut.
Teman kita, Lian Gogali, salah seorang yang memenuhi panggilan nurani
kemanusiaannya untuk
bersama-sama membuat lukisan wajah religiousitas kemanusiaan yang diharapkan akan memancarkan kembali
pesona
keindahan Keagungan Sang Pencipta. Panggilan kemanusiaan Lian Gogali ingin menghadirkan goresan
kedamaian hidup, ibarat pelangi yang akan membiaskan warna-warni pesona
keindahan sehabis mendung dan hujan yang akan melengkapi cakrawala kehidupan
damai di Tana Poso.
Selamat buat Bung Jacky, serta
teman-teman Memasuki Hari Nyepi, kesunyian batin kira menjadi media untuk untuk
memperkuat naluri kemanusiaan kita.
Salam Persaudaraan
Asyer Tandapai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar