Jacob by He Qi |
Mimpi Yakub di Betel (Kej 28:
10-22)
Khotbah
dialog pelayanan lintas budaya, Bayern, Jerman, 18 Mei 2014
oleh Ati dan
Markus Hildebrandt Rambe
Salam (Ati)
:
Kasih
karunia Tuhan kita Yesus Kristus dan kasih Allah dan persekutuan Roh Kudus
menyertai kamu sekalian. (Amin)
Narator
(Markus) :
Jakub tengah
berada dalam pelarian. Dia menjadi seorang imigran. Dia sendirian.
Memang Yakub
berasal dari keluarga dengan sejarah migrasi: Abraham, kakeknya, Ishak,
ayahnya, dan Ribka, ibunya - semua mereka berpengalaman bagaimana harus
meninggalkan kampung halamannya dengan ketidakpastian masa depan dan menjadi pengembara
dan orang asing.
Tapi Yakub?
Dia memang bepindah-pindah bersama seluruh keluarga besarnya, tetapi dia selalu
berada dalam kemah ayahnya; ia menikmati keamanan dan kenyamanan kehidupan yang
beradab. Sebagai anak kesayangan Ribka, ibunya, ia mungkin bahkan lebih sebagai
"anak kesayangan mama"; dia tidak pernah disuruh pergi jauh.
Tapi
sekarang Yakub ada di perjalanan karena takut terhadap balas dendam Esau. Yakub
tidak hanya mengambil hak kesulungannya, tapi juga ia menipu berkat dari
ayahnya, karena dihasut oleh ibunya, Ribka. Sekarang dia disuruh pergi jauh
dari Bersyeba di Kanaan ke Haran di Mesopotamia, untuk mencari perlindungan dan
untuk mengambil seorang perempuan Aram dari keluarga ibunya menjadi istrinya.
Belum 100 KM perjalanan Yakub - lebih 800 KM masih di
depannya! Tapi dia sekarang sudah di batas kekuatannya. Dengan kelelahan, dia
datang ke suatu tempat yang masih bernama Luz pada saat itu, dan mencari tempat
untuk tidur, dengan sebuah batu di bawah kepalanya. Sebuah batu untuk bantal! Ternyata
begitu keras, sekeras batu ini, realitas yang dialami ketika meninggalkan
rumah.
Saya tidak
berpikir bahwa Yakub segera tertidur. Semua pikirannya berputar-putar dalam
kepalanya. Apa saja kiranya yang datang kepadanya sebelum tidur dalam
pikirannya?
Yakub (Ati)
:
Ya, itu
benar. Saya
sungguh-sungguh tak berdaya. Saya merasakan sakit di seluruh tubuhku Saya tidak
tahu mana yang lebih buruk, rasa lapar, dingin, atau gejolak batin dalam
hatiku. Dan pikiranku penuh bayangan peristiwa hari-hari terakhir dan apa yang
mungkin akan menimpaku.
Saya tidak
tahu apakah anda dapat membayangkan ketakutanku! Untuk pertama kalinya dalam
hidupku, saya meninggalkan keluarga dan rumah saya. Sangat berbeda dari saudara
kembarku Esau, yang terbiasa berkeliaran ketika berburu dan bertualang
sendirian di padang gurun. Sementara saya tinggal sepanjang waktu di rumah di
tengah keluarga saya di Bersyeba dan menikmati rasa aman.
Di pelarian
ini semua jaminan kepastian itu meninggalkan dan melawanku. Saya sendirian.
Saya sangat takut pada ketidakpastian apa yang akan menimpa saya dalam
perjalanan ke Haran; takut bahwa saudaraku akan mencari dan membunuhku; takut
karena tidak tahu bagaimana harus melangkah lebih jauh. Dari kejauhan, saya
merasa ancaman dan kesepian sedang mendekat. Tapi tidak ada jalan untuk
kembali, karena keluarga dan rumah saya tidak bisa lagi memberikan keamanan
bagi saya.
Sebenarnya,
saya telah menerima berkat hak kesulungan dari ayah saya dan bahkan telah
diberkati dua kali, tapi apakah semua ini menolong saya? Apakah para hamba, semua
hasil panen dan anggur serta harta yang saya peroleh dari hak kesulungan ini,
menolong saya? Tidak satu pun dari ini semua yang saya bisa andalkan. Saya
harus bertahan hidup sepanjang malam yang dingin tanpa perlindungan dan atap di
atas kepala. Tampaknya, sekarang berkatku telah menjadi kutukan bagiku.
Kalau saja
aku tidak mengkhianati saudaraku dengan mengambil berkatnya! Jika saja saya
tidak mengikuti rencana ibuku! Sekiranya hak kesulungan ini tidak saya terima!
Jika saja saya tidak begitu pengecut untuk mengakui rasa bersalah saya di
hadapan ayahku dan saudaraku untuk meminta pengampunan mereka!
Kalau saja….
seandainya..sekiranya…? Apa yang akan terjadi jika... ? Semua pertanyaan ini
begitu sia-sia.
Saya malu
terhadap ayah saya, karena bagaimana saya bisa berdiri di hadapannya dan
menerima berkatnya? Bagaimana saya bisa bertatap muka dengan saudaraku, yang
telah saya tipu habis-habisan dan rampok hak-haknya? Saya malu. Dan karena itu
seolah-olah saya tidak hanya lari dari saudaraku melainkan dari diriku sendiri
- dan dari hadapan Allah leluhurku, yang perintah-Nya saya telah langgar.
Dan ke mana
saya harus pergi sekarang? Ke suatu keluarga jauh di Haran, yang saya tidak
kenal? Saya tidak tahu bagaimana mereka menyambut saya. Akan menikahi seorang
perempuan yang akan menganggap saya sebagai pecundang yang melarikan diri dari
keluarganya sendiri?
Aku tidak
tahu lagi di mana dan mengapa itu semua. Aku hanya ingin tidur - sebagaimana di
rumah dan ingin bangun di kemah saya keesokan harinya, seolah semuanya hanyalah
suatu mimpi buruk! Seandainya ada yang dapat memutar kembali waktu!
Narator
(Markus) :
Sekali lagi
Yakub memperbaiki letak batu di bawah kepalanya sebelum akhirnya ia jatuh
terlelap.
Namun di
tengah malam Yakub bermimpi - dan apa yang ia mimpikan begitu jelas dan begitu
dahsyat, seperti sesuatu yang ia belum pernah alami. Dia melihat tangga di
depannya, tegak dari bumi ke langit. Dan para malaikat, utusan Allah, tak
henti-hentinya naik dan turun di tangga itu.
Lalu langit
terbuka! Dan tiba-tiba ada hubungan yang mengubah semua kegelapan dan
kesendirian dalam cahaya benderang. Dari atas ia mendengar suara Allah yang
berbicara kepadanya: "Yakub, Akulah Allah nenek moyangmu, aku tidak
meninggalkan engkau kemana pun engkau pergi, dan Aku pada suatu hari nanti aku
akan membawa engkau kembali ke tempat ini. Aku punya rencana besar untukmu,
engkau akan menjadi bangsa yang besar. Aku akan memberkati engkau, dan melalui
engkau semua kaum di muka bumi di utara dan di selatan, barat dan timur akan
mendapat berkat."
Dalam mimpi
itu perspektif baru terbuka untuk Yakub. Sampai saat itu, segala sesuatu
kelihatannya dalam relasi horisontal, yakni pikiran-pikirannya, keluarganya, pelariannya.
Semuanya berkisar pada kekuatiran yang sama. Jalan buntu yang sama. Tapi
sekarang tiba-tiba hubungan ini ada. Gerakan para malaikat yang membuat
hubungan yang hidup dari atas ke bawah. Sebuah hubungan dengan Allah.
Batu yang di
atasnya Yakub meletakkan kepalanya menjadi tempat yang menghubungkan sorga dan
bumi. Tetapi bagaimana Yakub akan memahami semua yang telah terjadi di malam
hari ketika dia bangun keesokan harinya?
Yakub (Ati)
:
Ketika saya
bangun di pagi hari, saya tidak tahu apa yang terjadi dengan diriku. Apakah itu
hanya mimpi? Atau benarkah TUHAN, Allah Abraham dan Ishak benar-benar berbicara
dalam tidurku kepadaku?
Saya tahu, itu
lebih dari hanya mimpi. Karena saya dapat merasakan di dalam diriku: ada yang
berubah. Saya tidak lagi sama seperti saya yang tidur kemarin. Dan saya tahu:
Allah ada di sini! Kini, saya tidak melihat tangga dan para malaikat lagi. Namun
hubungan dengan Allah moyangku itu ada di sini dan jelas, sejelas yang belum
pernah saya alami sebelumnya. Sekarang Dia tidak hanya Allah moyangku, tapi
sungguh-sungguh Allahku juga!
Sampai pada
malam sebelumnya, saya berpikir bahwa Tuhan telah meninggalkan saya karena
pelanggaran-pelanggaranku. Saya tidak tahu bahwa Dia bersamaku, berjalan melewati
kesulitan dan ancaman. Melalui kehadiranNnya, Dia bahkan telah memperkenalkan
diriNya sebagai „Allah Penyerta“.
Tradisi di
rumah ayahku, seseorang harus memenuhi syarat tertentu untuk menjadi "wahana
(pembawa?) berkah“, entah itu berkaitan dengan status sebagai anak sulung dan
sebagai anak kesayangan, atau persyratan khusus lainnya. Seperti saudaraku
Esau, ia bukan hanya anak sulung, tapi sebagai seorang pemburu ia bisa
mempersiapkan hasil buruannya dengan keterampilan hidangan kesukaan ayah. Ayah
suka itu. Tapi di tempat asing ini, saya sekarang mengalami berkat yang
berbeda. Saya mengalami kasih tanpa syarat dari Tuhan.
Bayangkanlah!
- Justru ketika saya merasa tidak pantas, Allah berbicara kepadaku dan bahkan memberi saya berkat-Nya. Untuk berkat ini saya tidak harus berjuang atau membuktikan diri lebih baik daripada yang lain, karena berkatNya adalah milik-Nya sendiri dan anugerah-Nya. Untuk mendapatkan berkat-Nya tidak perlu persaingan dengan orang lain.
- Justru ketika saya mengalami perasaan putus asa, saya mengalami kehadiran Allah, harapan dan perspektif baru, yaitu menjadi berkat bagi semua orang. Tuhan berkata kepada saya "semua keluarga di bumi akan mendapat berkat melaluimu dan keturunanmu" (ayat 14). Saya, yang tidak layak ini, yang telah menipu dan mengkhianati sesama dijadikan pembawa berkat bagi semua orang di bumi!
Jika semua
ini bukan tanda-tanda pendamaian Allah, lalu apa?
Dengan
kekuatan pendamaian Allah ini, saya mengalami dimensi baru tentang makna
berkat. Dia tidak dibatasi sebagai hadiah khusus atau hanya diperuntukkan bagi
orang tertentu, sebagaimana ayah menjawab ketika Esau, saudara saya, meminta
dia memberi berkat lain. Tetapi Tuhan telah menunjukkan kepada saya bahwa
berkat-Nya tak terbatas, berlimpah dan untuk semua. Dari pengalaman dengan
Allah ini saya mengerti sekarang apa maknanya berada di bawah berkat Tuhan.
Pengalaman dijaga
dan disertai oleh Allah ketika jauh dari rumah dan di dunia yang tampaknya berbahaya
ini, merupakan hal yang baru bagi saya. Karena saya selalu menempatkan
keselamatan dan kenyamanan terkait dengan rumah (kampung halaman). Tapi
pengalaman saya sebagai pengembara di negri asing telah mengubah saya. Allah sang
Penyerta memberi saya janji-Nya: " Aku menyertai engkau dan Aku akan
melindungi engkau, ke manapun engkau pergi. (...) Karena Aku tidak akan
meninggalkan engkau, sampai Aku telah melakukan apa yang telah saya janjikan."
(ayat 15)
Narator
(Markus) :
Untuk Yakub,
telah terjadi perubahan yang sangat berarti. Meskipun keadaannya masih sama.
Tapi kini dia tiba-tiba memiliki perspektif baru tentang apa rencana Allah
baginya. Ada harapan dan perspektif baru lagi, yang menjadikannya berguna untuk
melanjutkan perjalanan.
Batu yang
malam itu menjadi simbol kegagalannya, telah menjadi tempat di mana Allah
berbicara kepadanya. Di sini langit dan bumi telah saling menyentuh. Ada yang terpulihkan
karena dia mengalami kehadiran Allah yang tidak pernah meninggalkan dia. Sebuah
tempat suci. Oleh karena itu, ia mendirikan batu di mana ia tidur, untuk
menjadi tonggak. Ia kuduskan dengan minyak dan menyebutnya "Beth-El"
- rumah Allah. Di sini dia pada suatu hari, jika mimpinya benar-benar terbukti,
akan kembali dan membangun rumah ibadah.
Seperti
Yakub, kita juga sedang berada di perjalanan hari ini. Dan seperti Yakub, kita
juga memerlukan batu seperti itu, yakni tempat-tempat perjumpaan dengan Allah,
di mana di dalam pengembaraan, kita menemukan perspektif baru. Sebuah tempat di
mana kita mengalami pemulihan di tengah-tengah kerapuhan dan kegalauan hidup
kita. Sebuah tempat di mana langit dan bumi bersentuhan satu sama lain.
Juga, Allah
ingin memberikan tempat-tempat suci seperti itu kepada anda. Juga Allah ingin
memberikan pengalaman di mana anda akan menyadari, berkat-berkat apa saja, rumah
(home) mana saja dan keamanan yang bagaimana, yang Allah sang Penyerta berikan.
Mungkin hal
ini terjadi dalam pertemuan dengan seseorang yang akan menjadi malaikat Allah
bagi anda. Mungkin ini terjadi dalam ibadah di gereja anda, di mana Allah
berbicara kepada anda dan Roh-Nya menyentuh anda.
Akan tetapi
kadang-kadang terjadi juga seperti melalui mimpi, ketika kita berada di titik
terendah kesepian dan merasa ditinggalkan seorang diri.
Allah tidak
meninggalkan anda. Dia memberkati anda. Dan melalui anda, orang-orang lain akan
mendapat berkat.
Berkat akhir
(Ati) :
Damai
sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu
dalam Kristus Yesus. (Amin)
---------------
1 komentar:
Terima kasih atas sentuhan berita baik ini. Diberkatilah mereka yang telah menguatkan. Doa dan kasihku: Lian
Posting Komentar