20 Mei 2017

Semak Duri Jadi Raja

Hakim-Hakim 9:8-15
Pdt. Retno Ratih Handayani (Anggota MPH PGI)

Saya ingat ketika masih kecil di desa, tinggal di pastori dengan halaman yang luas. Warga jemaat hanya beberapa keluarga. Tetapi sering pada malam bulan purnama Ibu saya menyambut warga desa berkumpul di halaman gereja untuk mendengar dongeng-dongeng dari Ibu saya. Mereka bukan Kristen tetapi senang berkumpul di malam purnama di halaman pastori gereja. Orang-orang suka mendengar dongeng-dongeng yang dikisahkan karena mengandung banyak pesan dan nilai-nilai moral.

Pembacaan dari Hak 9:8-15 berisi suatu dongeng (fabel) mengenai pohon-pohon yang akan mengangkat raja. Latar belakang dari fable ini adalah krisis politik yang melanda Israel. Ada dua persoalan yang sedang dihadapi bangsa Israel, (1) Tantangan dari luar, di mana orang Kanaan berusaha balas dendam dan mau merebut kembali wilayah yang diduduki bangsa Israel, menjadi bagian kekuasaannya kembali; (2) adanya persaingan antara kelompok/golongan terkait dengan perebutan kekuasaan untuk menjadi raja.

Di antara orang yang ingin menjadi raja atas Israel tampillah Abimelekh, anak Gideon. Hanya saja Abimelekh ini seorang yang haus kekuasaan! Segala cara dia lakukan: menghasut, mengindtimidasi. Memang dulu itu belum ada medsos seperti sekaran, seandainya sudah ada tentu dia juga akan menggunakan medsos untuk menyebar fitnah dan hoax. Dia dengan darah dingin menyingkirkan orang-orang yang dianggap menjadi saingan, termasuk 70 orang saudaranya.
Satu-satunya orang yang lolos adalah Yotam, anak Gideon yang bungsu, yang melarikan diri ke Gerizim. Di tempat itulah dia berpidato menyampaikan fabel, tentang pohon-pohon mencari raja. Ada banyak pohon yang akan diusung sebagai kandidat raja:

·        Ada pohon zaitun yang terkenal dengan minyaknya untuk keperluan peribadahan di Bait Allah. Tetapi zaitun tidak mau menjadi raja. Dia tidak mau terlibat dalam urusan duniawi. dia merasa tempatnya di bait Allah.
·        Ada pohon ara, pohon buah yang menghasilkan buah yang manis dan pantas untuk makanan raja-raja. Pohon ini juga tidak mau menjadi raja, dia tidak mau meninggalkan manisannya.
·        Pohon anggur yang air buahnya terkenal enak diminum. Saya yakin ibu/bapak juga menyukainya.

Sayang sekali rupanya pohon-pohon yang baik itu tidak mau jadi raja. Mereka lebih nyaman dengan dunianya sendiri. Maka sampailah pohon-pohon pencari raja itu pada semak berduri, dan memintanya menjadi raja. Tetapi semak duri berkata:

Jika kamu sungguh-sungguh mau mengurapi aku menjadi raja atas kamu, datanglah berlindung di bawah naunganku; tetapi jika tidak, biarlah api keluar dari semak duri dan memakan habis pohon-pohon aras yang di gunung Libanon (Hak 9:15).

Inilah ungkapan kesediaan semak duri. Hanya persoalannya adalah bagaimana mungkin berlindung di bawah semak duri? Tidak mungkin semak duri melindungi, yang dia lakukan justru melukai! Kita ingat dalam Kej 3:17,18 setelah kejatuhan manusia, semak duri akan tumbuh sebagai kutuk. Ketika Yesus disalibkan juga diberi mahkota duri.

Kita bisa bayangkan semak duri itu sejenis perdu yang tidak mudah dikendalikan; begitu dibiarkan cepat merambat dan berkembang, susah untuk dikendalikan. Menerjang apa pun yang menghalangi, pantang diganggu. Prinsip hidupnya adalah: aku hidup yang lain mati.
Berada di dekatnya dapat tertusuk durinya. Bahkan pohon aras yang terkenal indah, tinggi dan kokoh, tidak akan tahan terhadap semak duri. Jadi sangat membahayakan sekali jika semak duri jadi raja.
Pertanyaannya adalah mengapa pohon-pohon memilih semak duri.

1)  Menurut saya karena kurang waspada, tidak melihat jauh ke depan tentang akibat yang akan ditimbulkan jika semak duri jadi raja. Di samping itu, pohon-pohon itu kurang waspada karena tidak memperhatikan karakter dasar dari semak berduri. Karakter dasarnya adalah melukai dan mendominasi.

2)  Sebenarnya banyak kandidat yang baik, sayang sekali mereka yang baik diam atau tidak mau terlibat. Istilah lain adalah adanya the silent mayority. Bukankah dalam realita, kejahatan merajalela bukan karena tidak ada orang baik, tetapi karena orang yang baik selama ini diam, tidak peduli, asyik dengan dunianya sendiri. Sementara yang akhir-akhir ini terjadi berbeda: yang baik justru ditebas! 

Di tengah situasi bangsa ketika friksi antar kelompok/golongan semakin tajam bahkan ujar kemarahan dan kebencian menjadi konsumsi sehari-hari, kita PGI dipanggil untuk menjadi inspirator dalam menggerakkan banyak kebaikan mulai dalam diri kita maupun yang Ada di sekitar kita. Sudah saatnya the silent majority bersuara karena kejahatan yang merajalela ini hanya mungkin dikalahkan oleh kebaikan. Dalam tradisi Jawa ada ungkapan: “Sura diro jayaningrat, lebur dening pangastuti”. Segala sifat keras angkara murka, hanya bisa dikalahkan oleh kebaikan.


Renungan Ibadah Pembukaan Rapat MPH PGI, Grha Oikoumene, Jakarta, 18 Mei 2017. 

Pdt Retno Ratih Handayani Suryaning, M,Th, MA melayani sebagai pendeta jemaat Gereja Kristen Jawa di Solo. Oase menyampaikan terima kasih kepada Pdt Retno atas persetujuan memuat naskah renungannya di laman ini. Tuhan berkati.