21 Juli 2019

Teologi Bulan


Tepat 50 tahun lalu, 20 Juli 1969, manusia mendarat pertama kalinya di bulan. Dan program NASA, badan antariksa AS, tidak berhenti di bulan. Bagaimana para teolog Kristen dan gereja menanggapi penaklukan langit ini? Tujuan utama pendaratan di bulan pada awalnya adalah tujuan politik. Amerika sangat perlu mengembangkan keunggulan teknologi dan militer setelah merasa malu atas keberhasilan perjalanan ruang angkasa Rusia yang menakjubkan dengan Sputnik yang lewat di antariksa di atas kepala mereka pada tahun 1957 dan 1958. Tetapi bagi seluruh dunia pendaratan ini mendorong kepercayaan diri yang luar biasa terhadap kemampuan manusia.

Di balik program moonshot (program pendaratan manusia di bulan) AS ada perkembangan ilmu pengetahuan dan tekknologi yang luar biasa. Sebenarnya belum ada satu komputer pun pada saat itu yang memiliki kekuatan komputasi seperti smartphone yang terbelakang saat ini pun — sekali pun komputer yang ada berupa mesin raksasa seukuran beberapa kulkas. Kemampuan NASA dan MIT dalam waktu yang sangat singkat, membuat langkah besar dengan menciptakan komputer yang cukup kecil untuk dimuat dan dapat dioperasikan dalam pesawat antariksa— praktis merupakan keajaiban untuk masa itu.

Teolog Protestan

Pada tahun 1958 Christianity Today mengajukan pertanyaan, “Moonshot: Its Meaning?” (Penerbangan ke Bulan: Maknanya Apa?) kepada 25 teolog Protestan ternama, dengan esai pembuka oleh A.W. Tozer, “A Christian Look at the Space Age.” Rangkumannya ditulis oleh Douglas Estes dalam “Moonshot: What Barth, Tillich, and Tozer Thought of the Space Age.”

Reinhold Niebuhr (1892 - 1971), teolog Amerika ternama, penggagas Christian realism, bingung dengan program antariksa: setelah menyaksikan kejahatan Holocaust yang mengerikan, kebangkitan komunisme ateis, dan kebencian dan ketidakadilan yang merasuk begitu banyak orang pada abad ke-20, Niebuhr tidak dapat membayangkan bahwa teknologi yang canggih dapat juga menjadi kekuatan untuk kebaikan dunia, bukan hanya untuk kejahatan. Maka ketika senjata nuklir tampaknya siap untuk menghancurkan dunia, penerbangan antariksa memberi harapan kepada dunia dengan pengembangan kerjasama antar-negara —dimulai pada tahun 1975 dengan pembentukan Badan Antariksa Eropa dan kemudian dengan kerja sama AS-Rusia dan belasan negara maju lainnya membangun Stasiun Luar Angkasa Internasional.

Paul Tillich (1886 - 1965), filsuf dan teolog eksistensial yang terkenal, menyarankan bahwa mungkin sementara tidak ada efek religius langsung pada eksplorasi antariksa, tetapi ada beberapa hal positif bagi umat manusia yang patut disambut oleh umat Kristiani. Penjelajahan ruang angkasa dapat mengatasi keterpencilan bumi kita dan menghasilkan visi baru tentang kebesaran alam semesta di mana bumi dan umat manusia, ruang dan waktu, hanya merupakan bagiannya. Itu akan seperti penemuan Kepulauan Canary (Agustus 1492) oleh Christopher Columbus (1451 - 1506), yang merupakan awal penemuan orang Eropa terhadap bagian dunia yang lebih luas lagi.

Gordon H. Clark (1902 - 1985), filsuf Calvinis dan pendiri Scripturalism, berpendapat bahwa pendaratan di bulan adalah penugasan Ilahi; sayangnya bukannya orang-orang beriman yang aktif dalam program itu. Kebanyakan kalangan Injili tidak mendukung program antariksa AS.

Carl F. H. Henry (1913 - 2003), teolog Injili Amerika terkemuka dan editor/pendiri Christianity Today, memperingatkan bahwa pendaratan di bulan tidak lebih dari bukti kesombongan umat manusia, mengikuti semangat Lucifer, yang congkak meninggikan diri melawan Tuhan Allah.

F. F. Bruce (1910 - 1990), seorang ahli Biblika dan teologi praktika terkemuka asal Inggris, menyatakan bahwa sementara penjelajahan manusia dapat memiliki motif pementingan diri sendiri, namun semakin banyak yang ditemukan manusia tentang alam semesta ciptaan Allah, semakin banyak alasan yang mereka untuk mengagumi kebijaksanaan dan kekuatan-Nya.

Karl Barth (1886 - 1968), yang sering dipuji sebagai teolog terhebat di zaman modern, menjelaskan bahwa dari ketinggian langit sampai ke kedalaman lautan, di mana pun orang berada, di situ juga Tuhan ada (band. Mazmur 139: 7-10). Jadi pergilah ke bulan! Tuhan pun akan ada di sana.

Dalam esainya A.W. Tozer (1897 - 1963, pendeta dan penulis Injili, mengeritik bahwa orang Kristen boleh prihatin atas kejahatan dan kebencian, ketidakadilan dan penderitaan di dalam dunia. Tetapi jika orang Kristen menyerah dan panik di hadapan perkembangan ilmu pengetahuan tentang benda-benda langit, maka akan mengungkapkan betapa tidak memadainya pengertiannya tentang Allah dan betapa lemah pemahamannya akan makna kebangkitan Kristus dan kenaikan-Nya ke tangan kanan Yang Mulia di surga. "

Gereja Katolik

Pastor Yesuit Adam D. Hincks (lahir 1983) dari Canada mendalami astronomi (ilmu falak) dan aktif mengobservasi ruang angkasa. Sebagai astrophysicist and cosmologist yang juga mendalami teologi, Pastor Hincks menegaskan tidak ada pertentangan antara sains dan teologi. Capaian iptek seperti penerbangan di antariksa membuka cakrawala iman. Di angkasa luar manusia makin sadar betapa besarnya semesta alam dan manusia hanyalah sebutir debu.

Dari angkasa luar terjadi “overview effect,” orang memandang betapa luas alam semesta dan betapa kecil manusia. Ini mengingatkan pada Alkitab, Mazmur 8: 4-5, “Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan: apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?” Seorang astronaut bersaksi bahwa terbang di ruang angkasa melihat realitas Bumi, seakan sendirian di jagat raya. "Pengalaman itu mengubah hidup saya dan sikap saya terhadap kehidupan itu sendiri.” Pastor Hincks mengemukakan adanya tradisi di Abad Pertengahan yang melihat alam sebagai semacam wahyu; ada kitab alam di samping Kitab Suci.

Pendaratan di bulan juga mengubah cara Gereja melihat sains. Sepuluh tahun setelah pendaratan di bulan, salah satu hal pertama yang dilakukan Paus Yohanes Paulus II adalah menghidupkan kembali Akademi Ilmu Pengetahuan Kepausan (the Pontifical Academy of Sciences). Pada tahun 1992, atas saran Akademi ini, Gereja Katolik secara resmi meminta maaf karena membungkam Galileo Galilei (1564 - 1642) pada tahun 1633 di bawah ancaman penyiksaan, kemudian menjadikannya tahanan rumah selama sisa hidupnya. Pada tahun 1996, Paus Yohanes Paulus II dengan tegas mengakui fakta evolusi dalam perkembangan spesies manusia. Dalam hal ini evolusi dilihat gereja sebagai proses penciptaan Allah.

Dari segi budaya, pendaratan di bulan meningkatkan tempat teknologi dalam kehidupan manusia. Orang makin kuat berharap pada kemajuan teknologi. Tetapi Paus Francis memberi catatan kritis terhadap teknologi dan dampaknya bagi kehidupan manusia modern. Paus tidak menentang sains. Dalam ensikliknya Laudato Si’ (2015) Paus Francis mendukung pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Teknologi telah mengatasi kejahatan yang tak terhitung jumlahnya yang membahayakan dan membatasi manusia, namun kekuatan yang berasal dari teknologi dapat digunakan oleh mereka yang memiliki pengetahuan dan sumber daya ekonomi untuk mendominasi umat manusia dan seluruh dunia. Paus Francis tidak berpikir bahwa produk teknologi itu netral, melainkan menciptakan kerangka kerja yang akhirnya mengkondisikan gaya hidup dan membentuk kemungkinan sosial di sepanjang alur yang didiktekan oleh kepentingan kelompok kuat tertentu.
Jadi, pendaratan di bulan dan penaklukan ruang angkasa menandai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi manusia. Kemajuan iptek ini harus terus diletakkan dalam bingkai moral-etik keagamaan: pada satu fihak demi kemuliaan Allah, dan pada fihak lain demi kesejahteraan seluruh umat manusia.

Beberapa acuan:
Ross Andersen What Will the Moon Landing Mean to the Future?” online at https://www.theatlantic.com/science/archive/2019/07/moon-landing-50-years-later/593803/
Douglas Estes dalam “Moonshot: What Barth, Tillich, and Tozer Thought of the Space Age,” [online athttps://www.christianitytoday.com/ct/2019/july-web-only/barth-tillich-tozer-space-age-moon-landing-anniversary.html]
Michael Swan, “Faith in the Stars: Moon Landing Changed How Church Sees Science” online athttps://bccatholic.ca/news/canada/faith-in-the-stars-moon-landing-changed-how-church-sees-science
“The Rebbe on the Lunar Landing and Human Prowess” online athttps://www.chabad.org/library/article_cdo/aid/4439442/jewish/The-Rebbe-on-the-Lunar-Landing-and-Human-Prowess.htm

Makassar, 20 Juli 2019
Zakaria J. Ngelow




Tidak ada komentar: