29 September 2009

Catatan kunjungan ke Mamasa


Lokasi pelaksanaan suatu program Oase --yang direncanakan berlangsung di Polewali (4 jam dengan mobil dari Makassar)-- dipindahkan ke kota Mamasa. Saya tanyakan bagaimana kondisi jalan. Beberapa kawan mengatakan sudah bagus, jarak 90 KM yang dahulu ditempuh 7 - 8 jam kini hanya 3 jam kata mereka. Jadi kami berangkat jam 8 malam dari Polewali dengan mobil sewa Kijang kapsul yang cukup gesit di jalan yang masih banyak yang harus dengan “gigi 2". Beberapa bagian ternyata belum diperbaiki. Untunglah kemarau panjang sehingga kami tidak terhalang jalan berlumpur ... Kami tiba jam 12 malam di kota Mamasa yang sangat dingin (di bawah 20C).

Kami berkesempatan mempercakapkan dan “meninjau” persiapan Gereja Toraja Mamasa menyelenggarakan Sidang Raya PGI bulan November mendatang. Sebuah gedung aula sedang diselesaikan. Menurut ketua panitia pembangunan gedung itu, Ir. John Bataragoa, selain panggung, ruangan aula berukuran 22 x 34 M dapat menampung sekitar 1.500 peserta (dengan menyebut 3 orang per meter). Lantai mulai dipasangi ubin, tetapi plafon akan darurat saja karena perlu minimal 2 bulan memasang yang permanen. Kamar kecil di bagian belakang dan bagian depan gedung sedang dikerjakan juga. Lapangan di samping aula baru akan di-beton/paving untuk dipasangi tenda sebagai tempat makan peserta. Menurut Pak Bataragoa, keseluruhannya dihitung sudah rampung 75%.

Bagaimana dengan akomodasi? Beberapa hotel kecil rupanya disiapkan untuk tamu-tamu khusus. Peserta persidangan akan ditampung di rumah-rumah warga, yang kabarnya sudah didata sekitar 300 - 600 rumah. Konsumsi akan diurus oleh tim PKK Kabupaten.

Jalan raya jelas tidak dapat mulus dalam 2 bulan ke depan, namun diharapkan pengerasan di beberapa bagian yang bakal berlumpur kalau diguyur hujan, terutama sekitar Balabatu dan beberapa kilo meter memasuki kota Mamasa.

Hal lain yang juga penting adalah pergumulan internal Gereja Toraja Mamasa menyangkut “lemahnya hubungan antar jemaat dan dengan pimpinan sinodal”. Apakah GTM memanfaatkan peristiwa menjadi tuan rumah Sidang Raya PGI untuk konsolidasi “kesatuan dan persatuan” GTM? Pdt. P. Buntuborrong, Ketua II Badan Pekerja Sinode, menjawab positif. Tetapi beberapa rekan pendeta GTM memberi informasi yang lain. Ada sinyalemen bahwa panitia pelaksana tidak begitu gencar menggalang partisipasi jemaat-jemaat karena lebih bersandar pada dukungan pemerintah dan para pengusaha ...


Bagaimana persiapan Pertemuan Raya Perempuan di Nosu? Informasinya singkat saja: gedung aula (ukuran 22 x 44 meter) tidak akan siap benar, jadi akan memakai tenda saja (?) Jalan raya lebih buruk daripada ke Mamasa (dan semoga tidak hujan, walaupun bulan November adalah musimnya ...) Dukungan digalang di kalangan warga masyarakat Nosu di rantau. Tentu panitia sudah memberitahu calon peserta mengenai perlengkapan yang perlu dipersiapkan. Pakaian hangat (Nosu salah satu tempat terdingin di daerah ini, rata-rata di bawah 20 C), sepatu untuk jalan kaki (kalau mobil tidak bisa sampai ke tempat tujuan), dan karena itu lebih baik bawa ransel daripada koper. Dan jangan lupa tisu untuk toilet, karena airnya sedingin air es ...

Tidak ada komentar: