10 Februari 2014

Sambutan atas buku KDK



Sambutan atas buku
Keterjalinan dalam Keterpisahan: Mengupaya Teologi Interkultural dari Kekayaan Simbol Ritus Kematian dan Kedukaan di Sumba dan Mamasa. (2014, 412 hlm). Disertasi teologi lintas budaya
Pdt. Dr. Aguswati Hildebrandt Rambe

Dalam usaha memahami budaya Yahudi masa Yesus, yang menguburkan orang mati di dalam lubang batu – dan bahkan adanya penemuan ossuaries (peti-peti jenazah) -- saya pernah memeriksa budaya penguburan beberapa budaya etnis di Indonesia. Orang Batak membuat sacrophagus (peti mati dari batu), demikian juga orang Minahasa yang “mendudukkan” orang matinya di dalam waruga. Orang Toraja menguburkan mayat di dalam gua atau di dalam kuburan yang dipahat di bukit batu. Orang Sumba memotong batu besar dan menariknya ke pekuburan untuk penutup kuburan.

 Aguswaty Hildebrandt Rambe, penulis buku ini membahas lebih dalam mengenai tradisi penguburan di kalangan orag Sumba dan orang Toraja Mamasa. Buku Keterjalinan dan Keterpisahan ini adalah sebuah karya teologi kontekstual di bidang lintas budaya, yang secara khusus membahas budaya kematian pada dua suku di Indonesia, Sumba dan Mamasa. Buku ini ditulis kembali untuk pembaca Indonesia dari naskah aslinya, suatu disertasi berbahasa Jerman.
Penerbitan ini menyambung penerbitan beberapa buku Oase sebelumnya, Teologi Bencana (2006), Jalinan Sejuta Ilalang (2012) dan Teologi Politik (2013). Sumbangan penting pokok buku ini bagi pengembangan teologi kontekstual di Indonesia dengan sendirinya jelas. Sejarah pekabaran Injil di Indonesia di kalangan suku-suku berlangsung tanpa dialog yang sehat dengan budaya tradisional masyarakat Indonesia. Kalangan zending secara umum menilai budaya tradisional secara negatif. Di beberapa tempat kalangan zending membedakan antara unsur-unsur ritus dan adat istiadat, antara yang bersifat keagamaan dan yang hanya merupakan aturan-aturan atau kebiasaan sosial. Semua yang ritus dilarang sebagai yang sesat atau kafir, sedangkan adat-istiadat dipilah antara yang positif sehingga boleh diteruskan dan yang negatif, jadi harus ditinggalkan. Terlepas dari larangan-larangan itu, orang Kristen dari berbagai suku tetap berusaha hidup dalam identitas sosial budayanya, sehingga sering membingungkan gereja. Pendekatan kalangan zending yang membedakan ritus dan adat dalam budaya tradisional kini mulai dipertanyakan, baik karena keterjalinan kedua aspek itu dalam budaya tradisional, maupun karena pendekatan zending tidak memberi penghargaan teologis terhadap budaya (dan agama) tradisional. Ritus kematian pada beberapa masyarakat tradisional terkait dengan ancestor worship (penyembahan leluhur) yang berkaitan dengan faham deification (pengilahian) leluhur, dan dengan reproduksi atau rekonfirmasi status sosial. Yang pertama menjadi alasan zending menolaknya, dan yang terakhir ini menjadi alasan upacara kematian tradisional makin marak diselenggarakan, misalnya di kalangan masyarakat moderen orang Toraja dan Toraja Mamasa.

Studi Bu Ati ini tidak hanya penting bagi kalangan Kristen kedua suku, Sumba dan Mamasa; suku-suku lainnya yang bermasalah dengan tradisi budaya bisa memperoleh pedoman pastoral dalam buku ini. Buku ini penting juga sebagai rintisan dalam bidangnya secara multidisiplin, dan karena itu bermanfaat bagi banyak kalangan.

Maka kamu akan menimba air dengan kegirangan dari mata air keselamatan. (Yes 12:3)

(Zakaria J. Ngelow)

Anda ingin memesan buku ini? Klik: www.oaseintim.org/books.htm

Tidak ada komentar: