04 Juli 2010

Seminar Konflik Palestina


Oase Intim dan Pelayanan Reformed Makassar (PRM) bekerjasama dengan jemaat-jemaat di Makassar menyelenggarakan seminar sehari „memahami Konflik Israel-Palestina“ pada tgl 3 Juli 2010 di Makassar. Seminar yang dihadiri puluhan pemimpin jemaat ini bertujuan memperoleh informasi yang lebih utuh mengenai konflik itu untuk dapat membangun kehidupan yang lebih damai di tengah-tengah bermacam konflik yang mengepung kehidupan umat manusia dewasa ini. Zakaria Ngelow secara ringkas menampilkan dalam sesion I panorama sejarah wilayah Palestina dan bangsa Israel /Yahudi sampai pembentukan negara Israel. Sejarah yang terentang dari milenium ke-2 sebelum masehi sampai tahun 1948 itu memperlihatkan bahwa (1) selama 2500 tahun orang Israel/Yahudi ditindas bangsa-bangsa silih berganti, di Israel, maupun di perserakan (diaspora). Kekejaman terhadap orang Yahudi selama berabad-abad itu memaksa mereka memperjuangkan suatu tanah air sendiri. Dengan bantuan Inggeris dan Liga Bangsa-bangsa, Palestina dikuasai dan dijadikan wilayah pemukiman Yahudi. (2) Masalah timbul karena ditentang oleh penduduk Palestina, yang sudah bermukim di Palestina selama ribuan tahun, dan yang juga mencita-citakan suatu negara Palestina merdeka. (3) Akhirnya PBB menetapkan pembentukan dua negara, masing-masing untuk orang Yahudi dan Palestina. Ternyata kemudian konflik Palestina berkepanjangan sampai kini.

Pada sesion ke-2 Hiltraut Link, dosen STT INTIM Makassar, yang ketika bekerja sebagai staf EMS, sempat beberapa kali mengunjungi Palestina dalam rangka kerjasama dengan gereja-gereja di sana. Ibu Link menggambarkan kesulitan-kesulitan yang dihadapi warga Palestina, baik yang beragama Kristen maupun yang beragama Islam. Orang Kristen Palestina jumlahnya hanya 2,5% yang umumnya warga gereja Ortodoks atau gereja Katolik, sedangkan kelompok Protestan jumlahnya sedikit. Mereka sangat giat dalam pelayanan sosial: pendidikan, kesehatan, dan berbagai layanan pemberdayaan dan pendampingan masyarakat di tengah-tengah konflik. Mengutip Dr. Mitri Raheb, pendeta Lutheran di Betlehem, Ibu Link menyampaikan 3 ancaman terhadap orangt Kristen Palestina: pertama, banyak yang mau meninggalkan Palestina karena kehidupan demikian berat di bawah penindasan pemerintah Israel. Dewasa ini banyak orang Kristen Palestina tinggal di luar negeri, misalnya di Amerika Selatan. Kedua, kebanyakan yang meninggalkan Palestina adalah para laki-laki muda, sehingga banyak perempuan muda Kristen yang tinggal dan menikah dengan non-Kristen. Ketiga, kehidupan komunitas Kristen terisolasi. Di bawah pendudukan Israel tidak ada kebebasan untuk berhubungan dengan komunitas lain. Zakaria Ngelow menambahkan 2 informasi, yakni mengenai kesulitan hidup di Palestina sebagaimana diungkapkan dalam dokumen Kairos Palestina DGD (http://www.kairospalestine.ps/sites/default/Documents/English.pdf), khususnya berbagai tindakan jahat pemerintah Israel, seperti menggusur rumah-rumah orang Palestina, membangun pemukiman Yahudi dan dinding tembok pemisah di wilayah Palestina, pembatasan kebebasan beragama, kamp-kamp pengungsi, dsb. Informasi kedua mengenai dukungan Zionisme Kristen (di Amerika Serikat), yakni sekelompok orang Kristen yang pro-Israel bertolak dari pemahaman-pemahaman keliru teks-teks mengenai Israel/Yahudi. [Suatu publikasi yang relevan mencerahkan mengenai hal ini adalah buku Gary M. Burge, Palestina Milik Siapa? Aslinya: Whose land? whose promise: what Christians are not being told about Israel and the Palestinians.]

Sesion terakhir mendengarkan informasi dari Hasibullah Satrawi, pengamat Timur Tengah dari Moderate Islam Society (MMS) di Jakarta. Bertolak dari kasus penghadangan Israel terhadap kapal Marvi Marmara Hasibullah memperlihatkan kaitan-kaitan politik regional dan internasional konflik Timur Tengah. Jelas bahwa konflik itu bersifat multidimensi: konflik internal Palestina maupun Israel; dan kepentingan masing-masing negara-negara Arab dan negara-negara Barat (khususnya AS). Konflik ini jelas bukan konflik agama, walaupun ada kelompok-kelompok yang membawa-bawa agama. Di Indonesia ada yang mengislamkan konflik Timur Tengah, yang merembes ke hubungan antar agama. Hasibullah menyarahkan supaya umat Kristen membuktikan bahwa konflik itu bukan konflik agama dengan mengedepankan solidaritas kemanusiaan terhadap perjuangan rakyat Palestina. Hasibullah juga mengeritik media yang menurutnya tidak melakukan pencerahan, hanya memberitakan kekerasan yang terjadi di Palestina.

Kebanyakan tanggapan dan pertanyaan peserta menyangkut bagaimana supaya kelompok-kelompok Islam tertentu di Indonesia tidak menganggap orang Kristen semuanya pro-Yahudi. Diskusi sempat menyinggung makin banyaknya orang Kristen pergi ke Palestina melalui bisnis Holy Land tour. Tokoh Kristen Palestina mengatakan orang-orang Kristen dalam tour seperti itu datang melihat batu-batu mati bangunan suci dan situs-situs sejarah; mereka melupakan "batu-batu hidup" yakni sesama orang Kristen di Palestina yang hidup dalam penindasan ... Diskusi juga mengedepankan kenyataan kelam perdamaian di Palestina. Dalam hal itu iman Kristen berbicara mengenai pengharapan, bahwa pada waktunya Tuhan Allah akan menyatakan anugerahNya, yang terpokok kita semua umatNya tetap berupaya menyatakan kasih dan keadilanNya. [Zakaria Ngelow]

Tidak ada komentar: